Postingan

DAY 76

  Berjeda dengan Sengaja Memang benar, menulis tak perlu memerlukan jeda. Biarlah ia terus mengalir bersama perasaan yang dipungut dengan perlahan. Mulia sekali tentunya, dari pada berserakan dan tak terekspresikan. Anggapku sederhana, karena cukup aku menjadi diriku dengan berkawan bersama tulisan. Walaupun tak heran, jika sempat kehabisan dan terjebak dalam pojok kebingunan. Lantas masih mau seterusnya berkawan bersama tulisan? Iya, karena yang paling berkesan dari proses menulis adalah bagaimana aku menemukan suatu ide dan kemudian menyambung ke ide yang lain. Seolah-olah menyambungkan titik yang awalnya terasa sangat jauh sekali. Seolah-olah pula menemukan bongkahan harta karun. Tentu, tiada yang dirasa selain bahagia. Terima kasih atas 75 hari lalu yang berhasil keraup dengan sempurna. Walaupun kusempat berada dalam ruang kosong, tak menemukan jalan pintas, bahkan pintu untuk keluar pun terlihat buram dan perlahan menghilang. Tetapi nyatanya, keterjebakkan itu hanyalah ulahk

DAY 75

  Mendayung di Muaraku Aku paham, bahwa sampai saat ini aku belum menemukan titik bahagia atas semua kerahan ingatan yang telah kutuangkan ke dalam lembaran. Bahkan, ini hanyalah sebatas kenangan tentangnya yang berserakan. Kemudian kupungut dengan perlahan dan menyajikannya ke dalam aroma kenyamanan. Tetapi nyatanya, tak semua berhasil kukumpulkan, ada perasaan yang tertinggal di tempat dahulu kau bersemayam. Rasa yang menjamu menjadi rindu, hingga hanya kulampiaskan dengan kata yang kumampu. Tak sekedar itu, ada lagi yang tertinggal sebab kedatanganmu. Entah alunan musik yang perlahan menjauh, bekas tapakkan kakimu, atau bahkan hanya sekedar aroma kopi kesukaanmu. Ya, walaupun tertinggal, ia telah menjadi konsumsi hati tanpa disadari. Bersemayan pada bait-bait kelamnya malam. Memuncak dalam kesunyian saat purnama tiba. Saling sapa bersama dedaunan di balik jendela. Hingga kenangan itu menjadi kawan tanpa mau pergi. Aku menyukainya. Seperti menatap senja di antara gedung-gedun

DAY 74

  Selamat Menjadi Lebih Baik Luasnya tempat tak bisa dirasakan oleh orang yang hatinya sempit. Padahal jika ditelusuri, banyak tangan telah yang menjamahmu dengan ramah. Banyak ruang yang telah kau singgahi dengan jamuan istimewa. Banyak sapaan mesra pada setiap sudut bumi yang pernah kau tempati. Namun kenyatannya, hatimu terlalu sempit untuk menyadari itu. Sehingga yang ada hanya merengek akan ketidakpuasan dan ingin rasanya pindah lalu pergi. Dinginnya udara tak bisa dirasakan oleh orang yang hatinya panas. Iya, benar sekali. Karena sering kali hatimu ramai dengan hal-hal yang tak bisa kau kendalikan. Entah apa pun itu, perasaan, kewajiban, pekerjaan, hingga semua tertumpuk dan menjadi masalah pada hatimu. Sampai-sampai kau tak sadar akan keadaan. Bumi diguyur hujan, tapi hatimu tak sedikitpun terlerai dan merasa tenteram. “Ada apa dengan hatimu hai kawan?”, tanyaku. Cerahnya sinar matahati tak bisa dirasakan oleh orang yang hatinya redup. Ia tertutup kabut yang kau buat sen

DAY 73

    Pondasi Kuat dari Sebuah Kisah Cinta Memang benar, modal utama untuk mencintai adalah rasa suka. Rasa suka   akan salah satu atau segala tentang dirinya. Namun untuk menyukainya, kita juga membutuhkan komponen-komponen sebagai penguat dan penyangganya. Bukan sekedar rasa suka yang sekilas terlihat bisa tegak berdiri sendiri. Baik hatinya misalnya. Karena hati adalah poros dari setiap diri seseorang. Bisa saja penampilannya terlihat biasa, tetapi hatinya tiada yang tau bukan? Baiknya hati memang tak bisa terlihat hanya dari sekejab mata. Ia tersembunyi dengan rapat dan hanya bisa dibuktikan dengan akhlaknya. Baik akhlak zahir maupun batin. Selain itu, kedewasaan, ilmu agama, iman, dan harta yang cukup juga menjadi pondasi utama untuk membangun sempurnanya kisah cinta. Tak melulu tentang harta yang sepertinya membuat bahagia. Karena sungguh, harta tanpa iman tak bisa berujung surga. Beruntung sekali jika antara dua insan disatukan dalam kisah cinta yang mempunyai pondasi yang

DAY 72

  Terima Kasih Hati Belum akhir aneka masalah yang menghampiri. Saat satu dirasa selesai, satu tunas baru pun muncul. Bahkan sering kali pula, satu belum selesai, sudah muncul lagi masalah baru. Akhirnya menumpuk, menambah kerumitan, dan entah mau apa yang diperbuat. Harapannya, semoga tak pernah berpikiran untuk mengakhiri dengan jalan yang tak seharusnya. Mau kita berjalan sejauh apa, mau kita berlari sehebat apa, atau mau seberat apa pun masalah yang menimpa. Yang bisa menghendaki, mengatasi, dan menyelesaikannya hanyalah Allah yang kemudian disusul oleh diri kita sendiri. Lantas apa yang seharusnya kita lakukan? Ya, lebih mendekat kepada diri sendiri.   Tepatnya untuk lebih berinteraksi dengan diri sendiri, lebih sering berkomunikasi, seperti menghadirkan sikap penyadaran untuk diri sendiri. Berterima kasih juga kepada diri sendiri yang sudah mampu bertahan sampai detik ini, sudah mau terlihat tegar walaupun sebenarnya patah, dan sudah mau berlaku baik-baik saja. Berterima

DAY 71

Kebenaran Hanya Milik Allah Ada saat di mana diri dikecam masalah, menganggap diri terlalu bodoh, ditikam hinaan, ditampar dengan rasa sakit, hingga menjadi sebuah keterpurukkan. Wajar jika diri merasa benar padahal sebenarnya salah, wajar juga diri membenarkan apa yang sudah dilakukan. Bukankah itu sebuah pembelaan? Ya, siapa juga yang mau ditampar berkali-kali atas kesalahan. Sudah menjadi kewajaran jika hidup bersama tak selamanya bisa dalam satu pemahaman. Sudah pasti akan ada waktu di mana saling beradu pendapat, saling melempar nasihat, bahkan saling membalas rasa. Jika sudah memuncak, saling memahami perasaan pun tak pernah terpikirkan. Namun titik di sini bukan siapa yang paling benar, siapa yang kuat pendapatnya, dan siapa yang banyak pendukungnya. Tetapi tentang bagaimana berpendapat tanpa ada yang tersakiti, tanpa saling menjatuhkan, menyampaiakn argumen dengan penglihatan dari banyak sisi, dan sampai pada bagaimana kita bisa menyelesaikannya dengan bijaksana. Terima

DAY 70

  Kembali Tak Bosan Ada banyak cara untuk menjadikan hidup lebih sempurna. Salah satunya dengan menjalin relasi bersama orang lain. Coba saja dipikirkan jika kita tak berteman, tak berhubungan, hingga tak saling sapa. Tentu yang ada hanya hampa dan kebosanan yang menimpa. Seperti halnya dengan cerita hari ini yang aku alami. Dari sekian bulan yang hanya terpantau lewat sosial media, komunikasi yang terbatas, hingga lupa akan pertemuan. Namun hari ini menjadi hari pelampiasan dari dekapan atap rumah yang membosankan. Kami dipertemukan kembali oleh waktu dalam tempat yang berpihak. Dikumpulkan dalam satu tujuan, satu langkah, hingga berbuah menjadi satu cerita hebat yang tak semua orang bisa mendapatkannya. Ya, teman-teman organisasilah yang berhasil membuatku untuk tak hanya berpangku tangan. Menghadirkan narasi juang hanya demi selesainya beberapa acara yang telah kami rancang. Mungkin ini terlihat sederhana, tapi dari pengorbanan waktu, menjadikan kami lebih memahami. Dari ang